Monday, December 23, 2024

Pertemuan Korea Utara-Rusia, Siapa yang takut?

Pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un sejauh ini masih menimbulkan tanda tanya, tetapi ini terlihat makin memperdalam hubungan kedua negara. Meski kedua belah pihak tak mengadakan konferensi pers, tidak mengeluarkan komunike, dan tidak mengumumkan kesepakatan secara publik, para analis menyebut pertemuan Putin dan Kim sudah bertujuan untuk memberikan peringatan kepada saingan mereka.

Kedua negara mempunyai kepentingan untuk menunjukkan bahwa, meskipun terisolasi secara geopolitik, mereka mempunyai mitra yang dapat mereka ajak bicara. Analis menyebut keduanya juga berupaya untuk melemahkan sanksi dan tekanan global yang dipimpin Amerika Serikat (AS), masing-masing terhadap Rusia atas perang di Ukraina dan terhadap Korea Utara karena program senjata nuklir dan misilnya.

“Putin dan Kim sama-sama akan mendapatkan keuntungan dari tawar-menawar transaksional,” kata Duyeon Kim, analis dari Pusat Keamanan Amerika Baru, seperti dikutip Reuters. “Mereka juga akan mendapatkan keuntungan secara geopolitik dengan memberikan kesan bahwa negara-negara bersenjata nuklir mereka bekerja sama secara militer dan mengirimkan peringatan tentang konsekuensi potensial terhadap sekutu Amerika dan mitra yang berpikiran sama yang mendukung Ukraina.”

“Kim juga akan memberi isyarat kepada Washington, Seoul dan Tokyo bahwa Rusia mendukung Asia Timur Laut,” tambahnya. Baik Rusia maupun Korea Utara membantah klaim AS bahwa mereka berencana saling menyediakan senjata, namun para pemimpin tersebut berjanji untuk memperdalam kerja sama pertahanan, dan Putin mengatakan Rusia akan membantu Korea Utara membangun satelit.

Leif-Eric Easley, profesor di Universitas Ewha di Seoul, mengatakan jika mereka hanya menginginkan kesepakatan senjata rahasia, kedua pemimpin tidak perlu bertemu langsung. “Pertunjukan diplomasi Putin dan Kim dimaksudkan untuk mengklaim keberhasilan dalam menantang tatanan internasional yang dipimpin AS, menghindari ketergantungan berlebihan pada China, dan meningkatkan tekanan terhadap saingan mereka di Ukraina dan Korea Selatan,” katanya.

Sementara Andrei Lankov, pakar Korea di Universitas Kookmin di Seoul, mengatakan diskusi mengenai pelanggaran terbuka terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai Korea Utara akan menandakan bahwa lembaga-lembaga internasional utama akan lumpuh. KTT merupakan indikator bahwa resolusi Dewan Keamanan terkait Korea Utara telah gagal, begitu pula semua upaya untuk menghentikan Korea Utara atau menghukum negara tersebut karena memiliki program nuklir. “Ini menciptakan sebuah preseden penting yang kemungkinan akan digunakan tidak hanya oleh Rusia tetapi juga oleh hampir semua pemain internasional bahwa jika Anda tidak menyukai resolusi DK PBB, maka abaikan saja,” kata Lankov. Meski begitu, Lankov juga mengatakan bahwa Rusia kemungkinan besar tidak akan memberi Korea Utara teknologi canggih yang pada akhirnya bisa lepas kendali. Namun isyarat dalam kerja sama pertahanan memungkinkan mereka mengirimkan pesan yang kuat kepada Korea Selatan untuk tidak secara langsung memberikan bantuan militer ke Ukraina.

Sementara itu, Ketua partai yang berkuasa di Korea Selatan mengecam apa yang disebutnya sebagai “kesepakatan setan” antara Moskow dan Pyongyang. Jepang pun memperingatkan terhadap segala pelanggaran larangan PBB mengenai kesepakatan senjata dengan Korea Utara setelah perundingan Putin-Kim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *