Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs Ahmad Khoirul Umam menganalisis apabila Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden mendampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Terdapat sisi positif dan negatif jika Gibran turut serta dalam kontestasi Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024.
Dalam analisisnya, Ahmad mengatakan kalau beberapa hari jelang pendaftaran capres dan cawapres di Komisi Pemilihan Umum (KPU), kubu Prabowo dan calon presiden yang diusung PDIP-PPP-Perindo-Hanura Ganjar Pranowo masih belum ada tanda-tanda mendeklarasikan pasangan cawapresnya.
“Besar kemungkinan, Ganjar masih menanti keputusan nama cawapres Prabowo. Sedangkan Prabowo sendiri benar-benar masih menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batasan umur cawapres 35 tahun. Jika putusan MK mengabulkan gugatan judicial review (JR) atas batas umur cawapres itu, maka hampir pasti Gibran akan menjadi cawapres Prabowo,” kata Ahmad di Jakarta, Kamis (12/10/2023)
Menurut dia, sisi positif dari pencawapresan Gibran adalah menjadi “titik temu” dari proses negosiasi yang alot di internal Koalisi Indonesia Maju, utamanya di tengah tarik-menarik antara Golkar dengan PAN yang menginginkan Erick Tohir. Pencawapresan Gibran juga bisa menjadi mesin politik untuk menggerus suara pendukung Ganjar Pranowo di basis-basis wilayah yang dikuasai PDIP.
Di sisi lain, kata Ahmad, pencawapresan Gibran bisa menciptakan “perang bubat” antara kubu Prabowo dengan PDIP yang lagi-lagi akan merasa dikhianati, dilangkahi, dan diabaikan oleh keluarga Jokowi.
“Jika Gibran menjadi cawapres Prabowo, besar kemungkinan PDIP akan melakukan evaluasi total terhadap status relasi dan keanggotaan Gibran, Boby, dan juga Jokowi sendiri di PDIP,” ujar Ahmad.
Di saat yang sama, menurut dia, pencawapresan Gibran tampaknya sekarang sedang ditunggu-tunggu oleh para rival politik Jokowi, sebagai narasi “politik dinasti”, yang akan menjadi amunisi yang sangat efektif untuk menghantam legitimasi dan kredibilitas politik Presiden Jokowi, sekaligus menghancurkan mesin politik pencapresan Prabowo.
Sebab, putusan MK dan deklarasi Prabowo-Gibran akan dianggap sebagai manifestasi nyata akan ambisi besar Jokowi yang harus kekuasaan, sebagai kelanjutan atas operasi politik untuk mewujudkan presiden 3 periode, penundaan Pemilu, hingga mengokohkan posisi anak-anaknya di percaturan politik kekuasaan nasional
“Bahkan, narasi politik dinasti yang merujuk pada pasangan Prabowo-Gibran itu bisa dijadikan sebagai wacana penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), yang dikait-kaitkan dengan potensi intervensi kekuasaan presiden terhadap yurisdiksi MK. Jika PDIP tersulut, lalu berkoordinasi dengan partai-partai koalisi perubahan yang menjadi rival kekausaan saat ini, maka tidak menutup kemungkinan hal ini bisa membuka peluang bagi munculnya proses impeachment terhadap kekuasaan Presiden Jokowi,” kata Ahmad
Selanjutnya, di tataran Pilpres, dia mengatakan pasangan Prabowo-Gibran akan mengonsolidasikan semua musuh-musuh politik Jokowi untuk bersatu, termasuk PDIP, untuk melakukan perlawanan secara terbuka pada kekuasaan Jokowi dengan mengalahkan Prabowo-Gibran.
“Di sinilah, pertemuan Puan Maharani dan Jusuf Kalla menemukan urgensi dan revelansinya, sebagai koordinasi awal untuk membuka kemungkinan kerja sama politik di putaran kedua Pilpres 2024 mendatang, jika Jokowi dianggap betul-betul sudah “berulah” dan “lupa diri” dengan amanah kekuasaan yang ia pegang saat ini,” ujarnya.